Oneshot Story : Takdir Dua Sahabat
2 posters
Page 1 of 1
Oneshot Story : Takdir Dua Sahabat
INI ADALAH CERITA ONESHOT YANG BERAKHIR DALAM SATU CHAPTER
SETELAH FANFIC SAYA YANG LAIN TAMAT AKAN SAYA COBA JADIKAN SERIALISASI
SETELAH FANFIC SAYA YANG LAIN TAMAT AKAN SAYA COBA JADIKAN SERIALISASI
- Takdir Dua Sahabat:
- Seperti biasa di kelas XII IPA A di SMA Nagajaya, banyak murid yang mengobrol lima belas menit sebelum jam pelajaran pertama dimulai sambil menunggu guru masuk. Tapi ternyata ada seorang anak yang hanya membaca buku di sudut kelas, dan tak seorang pun mengajaknya bicara. Dia dianggap bagai tidak ada, padahal dia tampak mencolok dengan mata dan rambutnya yang berwarna perak.
Anak itu adalah Kuro Kudryavka, seorang murid pindahan dengan darah campuran, setengah Indonesia, dan setengah Jerman, dan merupakan kebanggaan dari SMA Nagajaya. Kenapa? Karena dia adalah murid berbakat dengan IQ yang tidak biasa, 200. Tentu saja dengan otak jeniusnya dia sebenarnya bisa langsung melompat kelas ke universitas, karena semua pelajaran bisa mengalir dengan mudah ke otaknya, termasuk pelajaran tentang bela diri. Murid-murid kutu buku iri padanya dan menjauhinya, sedangkan para preman juga takut padanya.
“Aaaah! Hampir saja terlambat!” seseorang datang dengan nafas terengah-engah. Kelihatannya dia baru saja berlari karena nyaris terlambat. “Ahaha! Masa’ ketua OSIS terlambat bikin malu!” kata seorang anak diikuti dengan sorakan dari murid-murid lainnya. “Aaah! Kalian berisik!” pemuda itu duduk di kursi di sebelah Kuro. “Kuro, pagi!” sapa anak itu. “...Pagi, Aksel” balas Kuro. Ya, diantara semua orang hanya dia, Aksel Mulyana sang ketua OSIS, yang berani berteman dengan Kuro. Aksel juga pintar, walaupun tidak sepintar Kuro, dan dia juga ketua ekskul karate di sekolahnya, walaupun dia pernah dikalahkan Kuro dengan telak, tapi itu malah membuatnya ingin berteman dengan Kuro. Awalnya Kuro tidak mengacuhkannya, tapi karena Aksel sangat keras kepala, akhirnya mereka pun jadi berteman.
“Huuaaemmm... Akhirnya selesai juga... Kuro, pulang bareng yuk!” ajak Aksel setelah bel pelajaran terakhir berbunyi. “...Baiklah” jawab Kuro dengan cepat.
Dalam perjalanan pulang, tidak biasanya, Kuro memulai pembicaraan. “Aksel... Apa kau pernah memikirkan kenapa kau hidup?” tanya Kuro. “Hrm? Wah, tumben nih kau mulai pembicaraan duluan. Hm... Kurasa untuk bekerja mendapatkan uang, punya istri cantik dan baik, dan semacamnya~” jawab Aksel dengan santai. Dia memang sudah terbiasa dengan temannya yang agak aneh itu. “Itu alasan semua manusia untuk hidup... Maksudku, alasan untuk dirimu sendiri” kata Kuro lagi. “Hm... Yah, cita-citaku sih aku ingin jadi polisi yang hebat seperti kakekku! Bagaimana denganmu?” tanya Aksel. “Aku juga masih belum tahu... Itulah yang sedang kupikirkan sekarang” kata Kuro. “Ah! Aku lupa mengambil dokumen kesiswaan di ruang OSIS! Kuro, kau pulang duluan ya!” Aksel langsung berlari kembali ke sekolah. Kuro menghela nafas dan berjalan pulang.
Di sebuah jalan yang sepi, Kuro dicegat oleh seorang pria bertopeng yang membawa pisau ditangannya. “Hei, kau! Berhenti! Serahkan semua uangmu kalau tidak mau mati!!” teriak pria itu. “Lebih baik aku mati daripada menyerahkan uang pada orang tolol sepertimu” jawab Kuro tanpa rasa takut sedikitpun. “MATI KAU!” pria itu mencoba menyabetkan pisaunya ke Kuro, tapi Kuro langsung melucuti senjata pria itu dan sekarang pisau itu berpindah tangan ke tangan Kuro. Sekarang giliran Kuro yang mengancam pria itu dengan pisau ditangannya. “Hii...!!! Am- Ampuni aku..! Aku tak akan melakukan hal seperti ini lagi!” kata pria itu ketakutan. “Pergilah...” kata Kuro berbalik. Pria itu tampak lega karena merasa dia bisa lolos. “...Ya, wajah itu...” kata Kuro dengan senyum yang mengerikan. Mata peraknya tampak sangat menakutkan, dan dia pun menusukkan pisau tadi tepat di leher pria bertopeng itu. Pria itu langsung tewas seketika. “Ada apa ini?!” seorang polisi datang dan melihat Kuro yang berlumuran darah di depan pria itu. “Hi-Hii! S... Saya tidak sengaja membunuhnya..! Dia tadi, mencoba untuk merampok, jadi, jadi...!” kata Kuro pura-pura ketakutan. “Tenang nak, ceritakan semuanya di kantor polisi” kata polisi itu.
Setelah beberapa jam, orang tua Kuro datang dan menjemput Kuro di kantor polisi. Kuro tentu saja dibebaskan karena itu dianggap sebagai perlindungan terhadap diri sendiri. “Sekarang aku tahu... Aku hidup untuk memandang rendah manusia lainnya, aku hidup untuk memberikan keputus asaan pada orang-orang brengsek seperti dia tadi... Khukhukhukhu....!!!” kata Kuro dalam hatinya sambil tersenyum.
Satu minggu kemudian, Kuro tidak masuk ke sekolah. Aksel juga bingung kenapa temannya itu tidak masuk sekolah, padahal minggu lalu dia masih masuk sekolah seperti biasa. Bel pelajaran pertama berbunyi dan seorang guru pun masuk. “Anak-anak, ini mungkin tiba-tiba tapi kami mendapat kabar kalau Kuro Kudryavka pindah sekolah ke Jerman jadi kalian tidak akan bisa bertemu dia lagi...” Aksel tentu terkejut mendengar kata-kata guru tersebut. “Ini tiba-tiba sekali...”
Sekarang sudah sepuluh tahun berlalu sejak saat itu. Aksel sekarang sudah menjadi seorang kepala polisi yang disegani bawahannya. Dia mendapatkan surat undangan untuk reuni dari teman-teman SMA-nya dulu dan langsung menghadirinya. “Hrm... Kuro memang tidak datang ya...” kata Aksel sambil meminum sebotol ‘Fanta’ di depannya. “Eh? Kau belum dengar ya? Katanya Kuro meninggal 5 tahun lalu dalam kecelakaan pesawat... Kabarnya sih dia jadi pengacara... Kasihan ya, meninggalnya seperti itu...” kata salah seorang teman Aksel. “Apa...?!” Aksel sangat terkejut mendengarnya.
Esoknya, dia menuju ke pemakaman dimana Kuro dikuburkan dan melihat kuburan teman dekatnya dulu itu disana. “Heh... Tak kusangka kau dikuburkan di Jakarta ini... Padahal dulu kau pindah tiba-tiba ke Jerman kan bodoh...” tampak air mata menetes di mata Aksel. Tiba-tiba ponsel Aksel berbunyi. Dia melihat ponselnya dan ternyata yang menelepon adalah salah seorang bawahannya. “Ada apa?” tanya Aksel. “Pak kepala! Gawat, kelompok teroris ‘Sinners’ datang ke Indonesia... Sekarang mereka ada di ITC Mangga Dua dan menyandera lebih dari 200 orang! Mereka juga diketahui membawa banyak bom... Cukup banyak untuk meledakkan seluruh gedung ITC Mangga Dua!” bawahannya terdengar sangat panik. “APA?! ‘Sinners’, kelompok teroris itu... Mau apa mereka ke Indonesia?!” Aksel langsung menutup ponselnya dan langsung mengendarai sepeda motornya dengan kencang ke ITC Mangga Dua.
“Pak kepala, anda sudah datang!” bawahannya tadi langsung berjalan mendekat ke Aksel. “Bagaimana keadaannya?!” kata Aksel sambil melepas helm-nya. “Ya, mereka meminta 200 batang emas 24 karat, kelihatannya ini karena mereka tahu kalau uang yang diminta kita sudah pasti menandai nomornya... Dan ketua mereka yang dijuluki ‘Lord’ juga ikut...” beritahu bawahannya itu. “Ada apa ini... Kenapa ‘Lord’ ketua mereka yang selalu bersembunyi dan memerintah dari belakang kali ini ikut beraksi...” Aksel tampak sangat bingung. Tiba-tiba terdengar suara ricuh, seorang wanita keluar dan berlari ke arah para polisi. “Anda tidak apa-apa?” Aksel berlari ke arah wanita itu. “I.. Iya... Ini...” wanita itu masih agak gemetar ketakutan dan menyerahkan sebuah ponsel ke Aksel. Ponsel itu lalu berbunyi. “Halo?” Aksel menjawab telepon itu. “Ah... Apakah anda kepala polisi...? Perkenalkan, saya adalah ‘Lord’” terdengar suara yang kelihatannya disamarkan memakai alat. “...Sebenarnya apa maumu?!” Aksel tampak sangat berang. “Kelihatannya sudah saya bilang... Kami mau sedikit uang jajan” jawab ‘Lord’ dengan tenang. “Bukan itu... Kenapa kau juga ikut...?! Padahal saat terjadi pengeboman oleh ‘Sinners’ di Amerika dua tahun lalu, kau juga tidak terlihat dimanapun!” kata Aksel lagi. “Hrm... Mungkin karena di Indonesia ini aku punya sedikit kenangan pahit dan manis...?” kata ‘Lord’ dengan nada yang sangat tenang. “Ngomong-ngomong, bisakah kau melihat ke arah pintu depan?” lanjut ‘Lord’ lagi. Kali ini, seorang pria berlari keluar dari pintu ITC Mangga Dua, dia tampak sangat ketakutan. Tiba-tiba ‘DOR’ terdengar suara pistol ditembakkan dan lelaki itu mati seketika. “UWAAA!!!!” orang-orang di sekitar ITC Mangga Dua yang menonton pun langsung berlarian ketakutan. “KAU..!!!” kata Aksel tampak sangat marah. “Ah, bisakah anda masuk sendirian dan mengantarkan uang jajan kami? Kalau anda tidak mau tidak apa-apa, nanti saya suruh dua orang lagi keluar, kami punya banyak stok ‘papan sasaran’’ seperti tadi kok. Atau... Mungkin anda ingin melihat kembang api? Bisa kami sediakan...” kata ‘Lord’ lagi.
Aksel pun masuk sendirian ke gedung ITC Mangga Dua. Di tangannya terdapat dua buah tas berisikan masing-masing 50 batang emas 24 karat. “Selamat datang di gubuk kami ini...” seorang lelaki dengan sarung tangan kulit, jas, dan topeng dengan huruf ‘S’ keluar dari dalam lift. “Jadi kau yang dipanggil ‘Lord’?” tanya Aksel. “Benar sekali! Nah, bisakah anda berikan uang jajan kami agar kami bisa pergi belanja?” katanya mendekat. Tiba-tiba terdengar suara tembakan dari segala arah. “Anak buahku sudah masuk dan menyerbu dari segala arah! Menyerahlah!” Aksel mengeluarkan pistol dari saku jasnya dan membidikkannya ke arah ‘Lord’. “Hrm... Sayangnya saya tidak suka kalah dalam permainan jadi...” ‘Lord’ juga mengeluarkan pistol dan Aksel dengan cepat menembak kepala ‘Lord’ sebelum dia sempat melakukan apapun. “Ah... Untung topeng ini kuat...” tembakan tadi meretakkan topeng ‘Lord’ dan akhirnya topeng itu pecah. Aksel tampak sangat kaget melihat wajah dari ‘Lord’. Dia sangat mengenal mata dan rambut berwarna perak itu. “Kuro...?” kata Aksel tidak percaya. “Halo Aksel, lama tidak jumpa... Setelah sepuluh tahun, aku sudah tidak begitu dingin lagi seperti dulu lho..” kata Kuro dengan santai. “Bukankah kau...” sebelum Aksel sempat bicara, Kuro memotong kata-katanya “Mati? Hrm... Bisa dibilang setengahlah, sebenarnya aku nggak jadi ikut di pesawat itu dulu, kau ingat aku ini jenius kan? Aku bisa melihat ada yang tidak beres... Tapi kebetulan ada seorang penumpang gelap yang berambut perak juga disitu, dan karena mayatnya agak gosong, mereka mengira itu mayatku... Orang tuaku yang keras kepala dan tidak percaya padaku pun ikut tewas di pesawat itu.. Karena akan merepotkan kalau tidak punya uang, aku membuat kelompok kecil. Eh, ternyata malah jadi terkenal.” Aksel tidak bisa berkata apa-apa, sekelompok orang dengan jas hitam lalu berlari ke arah mereka. “‘Lord’! Anda tidak apa-apa?!” kata salah seorang dari mereka. “Ya... Tidak ada masalah, cuma reuni saja kok... Sudah dulu ya Aksel, sampai jumpa lagi~ Kita berjumpa di Mariott Hotel ya berikutnya~” Kuro melambaikan tangannya dan pergi meninggalkan Aksel. “Tunggu..!” Aksel membidikkan pistolnya ke arah Kuro. Lalu Kuro menatap ke arah Aksel dengan mata peraknya dan berkata, “Percuma, KAU TAKKAN BISA BERGERAK” Aksel merasa bulu kuduknya berdiri, dan tangannya tidak bisa digerakkan sama sekali. “Kuroo...!!! APA YANG KAU LAKUKAN PADAKU?!” “Tidak ada, hanya sedikit hipnosis ringan... Aku belajar cara melakukannya dan sekali lagi kubilang, aku ini jenius, dan aku bisa memakai hipnosis dengan kekuatan sampai 150%” Kuro pun pergi bersama para lelaki berjas hitam itu meninggalkan Aksel yang berdiri terdiam disitu.
Setelah beberapa jam, Aksel akhirnya bisa bergerak lagi, dan dia pun masuk ke kantornya setelah diantar oleh bawahannya. “Masukkan ke kertas laporan soal ini...” Aksel memberitahu mereka identitas asli ‘Lord’, dan kemampuan aneh yang dimilikinya, juga tentang hubungan mereka dulu. “Dia berkata Mariott Hotel tadi... Pasti disana dia akan beraksi lagi...”
Sepuluh hari kemudian, tanggal 10 Oktober 2010, ‘Sinners’ kali ini menyandera orang-orang di Mariott Hotel. Akan tetapi dengan informasi Aksel, kali ini persiapan untuk melawan mereka sudah siap. Bahkan, FBI dan CIA datang memberikan bantuan, walau bagaimanapun, Kuro sudah menjadi buronan yang kepalanya dihargai 500 juta dolar dan dicari diseluruh dunia. “Kami akan bergerak sesuai perintah anda, karena tampaknya hanya anda yang bisa menghentikan Kuro Kudryavka” kata dua orang dari FBI dan CIA. “Terima kasih banyak... Saya harap kalian bisa membantu saya...”
Penyerbuan pun dilakukan. Para polisi dan orang-orang dari FBI dan CIA pun datang dan menyelamatkan para sandera yang terikat. Akan tetapi, para teroris tidak ditemukan dimanapun di hotel itu. “SEMUA JANGAN BERGERAK!” kata para polisi yang mendobrak masuk ke ruangan terakhir yang belum diperiksa, yaitu semacam aula untuk acara-acara penting. Para polisi melihat sebuah kotak di tengah aula itu dengan tulisan ‘HADIAH PERPISAHAN’ di atasnya. “Semuanya mundur...!!!” tapi terlambat, kotak itu meledak dan menghancurkan seluruh isi aula beserta puluhan polisi. Lalu ledakan itu berlanjut, ternyata ada bom lain di hotel itu. Seluruh bom pun meledak dan Mariott Hotel pun hancur berantakan.
Di atap sebuah gedung tak jauh dari situ, Kuro menyaksikan ledakan di Mariott Hotel dengan teropong. “Indah sekali...” kata Kuro dengan nada pelan. “Cukup sampai disitu, Kuro.” Aksel berdiri tak jauh dari Kuro dengan pistol ditangannya. “Hai Aksel, sudah kuduga kau akan datang sendirian, tenang aku juga sendiri kok” kata Kuro sambil tersenyum. “10 hari setelahnya, tanggal 10 Oktober 2010 semua itu adalah tanggal 10... Aku baru sadar tadi kalau itu artinya kau berada disini... Di atap dari ‘Ten Corporation’ perusahaan pembuat sepatu terkenal ini... Tapi apa maksudmu memberi petunjuk seperti itu?” kata Aksel.
“Ingat hari saat kita SMA? Saat kita pulang bareng dan kau harus kembali karena ada yang ketinggalan? Nah beberapa saat setelah itu... Aku membunuh seorang pria yang mencoba merampokku” kata Kuro. “Aku merasakan kelegaan yang luar biasa dan berpikir, inilah alasan kenapa aku hidup... Dan aku membuat sebuah kesimpulan...” lanjut Kuro lagi. “Apa kesimpulan itu?” tanya Aksel. “Kalau dengan membunuh orang yang tak kukenal aku merasa lega seperti itu... Selega apakah aku saat aku membunuh sahabat karibku sendiri? Aku ingin tahu soal itu...” kata Kuro sambil menunjuk ke arah Aksel. “KAU GILA!” teriak Aksel. “Hrm... Yah, tidak segila orang-orang yang mengacuhkanku saat SMA dulu... Itulah kenapa Tuhan membuatku sempurna seperti ini... Agar aku bisa memandang rendah kalian semua... Tapi kalian malah mengacuhkanku... Berarti kalian yang gila” kata Kuro dengan santai. “KAUUU!!!” Aksel mencoba menembak Kuro. “JATUHKAN PISTOLMU” Kuro memandang tajam ke Aksel seperti yang dilakukannya di ITC Mangga Dua sepuluh hari lalu, dan Aksel pun menjatuhkan pistolnya. “Kau takkan bisa apa-apa dihadapan ‘Absolute Word’ milikku” kata Kuro dengan sombong. Aksel lalu menerjang maju ke arah Kuro dan mencoba menghajarnya, tapi Kuro menghindar dan balik memukul wajah Aksel. “Kau lupa Aksel? Aku pernah menang melawanmu saat SMA dulu...” sebelum Kuro selesai bicara, Aksel menendang perut Kuro dengan keras. “Ukh...!” Kuro menghajar perut Aksel dan Aksel pun terlempar. “Akan kubunuh kau sekarang, Aksel...” tapi Aksel ternyata terlempar ke sebelah pistolnya tadi dan langsung menembak perut Kuro. Kuro pun jatuh terduduk di lantai. Tapi Kuro mengambil pistol dan balas menembak, tembakannya mengenai kedua tangan dan kaki Aksel. “UWAAAH!” teriak Aksel kesakitan. “Hebat sekali... Aksel... Tembakan yang hebat...” kata Kuro memegang perutnya. “Kau juga.. Tapi kenapa kau tidak menembak kepalaku..?” kata Aksel menahan sakit. “Heh... Walau bagaimanapun kau sahabatku... Kelihatannya aku masih punya hati nurani yang merepotkan...” kata Kuro lagi.
Sebuah helikopter pun turun dan beberapa orang berjas hitam keluar. “’Lord’! Perut anda berdarah! Masuk ke helikopter segera...! Kalian siapkan perawatan darurat!” salah seorang dari mereka menopang Kuro masuk ke helikopter. “Dia ini... polisi? Haruskan saya bereskan?” salah seorang pria lain membidikkan pistolnya ke arah Aksel yang sudah kehilangan kesadarannya. “Kalau kau berani menyentuh pria itu, kau akan kucincang jadi potongan-potongan kecil” kata Kuro dengan dingin. “M- Maafkan saya!!” pria itu ketakutan dan langsung masuk ke helikopter. “Sampai jumpa sahabat lama... Aku akan membunuhmu lain kali” kata Kuro dengan pelan dan helikopter itu pun pergi.
Aksel pun tersadar, dia berada di atas tempat tidur dengan tubuh penuh perban. “Dimana ini...? Ukh!” katanya dengan kesakitan. Wajar saja dia kesakitan, tangan dan kakinya ditembak, dan tubuhnya dihajar habis-habisan. “Akhirnya kau sadar... Ini di rumah sakit dan sudah 3 hari kau tertidur” seorang pria duduk di kursi sofa di dekat tempat tidurnya. “Komandan!” kata Aksel kaget. Komandan polisi yang merupakan atasannya ada di sebelahnya. “Tenang saja.. Aku ingin menyampaikan kalau kau dipecat” kata pria itu. “Ah... Ini sudah saya duga... Pergi sendiri dengan sembrono seperti itu...” Aksel tertunduk lesu. “Ngomong-ngomong, ini” pria itu melemparkan sebuah map ke arah Aksel. “Apa ini?” tanyanya bingung. “Mulai sekarang kau adalah polisi internasional yang bertugas untuk PBB, tugasmu adalah menangkap Kuro Kudryavka alias ‘Lord’. Kau langsung bertugas setelah sembuh” kata pria itu lalu keluar dari kamar tersebut. “Polisi... Internasional...” Aksel menggenggam erat tangannya. “Kuro... Saat berikutnya kita berjumpa, aku akan menangkapmu....”
Tak jauh dari situ, Kuro sedang melihat keadaan Aksel melalui teropong. “Maaf ‘Lord’ tapi sekarang...” kata salah seorang anak buah Kuro. “Ya, ya, kita berikutnya ke Jerman kan..? Aku hanya melihat keadaan sahabatku sebentar kok” Kuro memakai topengnya dan berjalan masuk ke helikopter. “Jadilah kuat Aksel... Dengan begitu, aku bisa merasakan kenikmatan tertinggi saat membunuhmu nanti...” helikopter itu pun terbang dan membawa Kuro pergi.
Re: Oneshot Story : Takdir Dua Sahabat
hmm
jadiin film aja
jadiin film aja
kuroro- Sensei
- Styx
Race :
Posts : 2007
Gold : 10751
Reputation : 1
Join date : 2010-05-31
Age : 123
Location : Ryuuseigai
Page 1 of 1
Permissions in this forum:
You cannot reply to topics in this forum